TERATOLOGI EKSPERIMENTAL - PowerPoint PPT Presentation

1 / 101
About This Presentation
Title:

TERATOLOGI EKSPERIMENTAL

Description:

Title: Metode dari Evaluasi Perkembangan Toksikologi Author: Prescott Last modified by: Dr Nyoman Created Date: 5/24/2005 11:28:50 PM Document presentation format – PowerPoint PPT presentation

Number of Views:555
Avg rating:3.0/5.0
Slides: 102
Provided by: PRES213
Category:

less

Transcript and Presenter's Notes

Title: TERATOLOGI EKSPERIMENTAL


1
TERATOLOGI EKSPERIMENTAL
  • Win Darmanto, Ph.D.

2
  • TERATOLOGI EKSPERIMENTAL adalah suatu metode
    penelitian atau mempelajari mempelajari sifat
    teratogen suatu zat dengan menggunakan hewan
    coba.
  • Teratogen adalah suatu zat yang dapat menimbulkan
    kelainan pada janin apabila induk yang sedang
    hamil terdedah oleh zat tersebut.

3
Bebeparap hal yang harus diperhatikan dalam
teratologi eksperimental adalah
  • Zat yang akan diuji
  • Hewan coba
  • Penentuan waktu pemberian zat
  • Penentuan besarnya konsentrasi atau dosis
  • Penentuan jalur administrasi
  • Manajemen hewan coba pasca perlakuan
  • Pengamatan

4
  • Penentuan Zat
  • Misal adanya phenomena pada masyarakat disekitar
    aliran sungai yang memanfaatkan air sungai
    tersebut untuk keperluan sehari-hari. Berdasarkan
    pengamatan dijumpai banyak anak mengalami
    kelainan anggota, dan banyak wanita yang
    mengalami keguguran. Selain itu juga diketahui
    dihulu sungai terdapat beberapa pabrik.
  • Dengan pemikiran ilmiah kita dapat melakukan
    screening untuk menentukan zat apakah yang dpat
    menyebabkan terjadinya kelainan anggota pda
    anak-anak di desa tersebut.

5
Senyawa Teratogen bersifat
  • Embriotoksik adalah zat yang bersifat toksik pada
    perkembangan embrio.
  • Beberapa contoh yang bersifat embriotoksik adalah
    nikotin, 2-Methoxyethanol, MAA, Chromium
    Chloride.
  • Antimitotic, umumnya digunakan sebagai pengobatan
    kanker, menghambat pembelahan sel-sel kanker.
    Sehingga dapat menyebabkan terjadinya hambatan
    pertumbuhan dan perkembangan.

6
  • Sitotoksik
  • Zat yang dapat menyebabkan kematian sel, akan
    mampu menyebabkan terjadinya kelainan pada
    embrio.

7
Hewan coba
  • Hewan coba umumnya dipilih yang mempunyai
    kekerabatan erat dengan primata, khusunya dengan
    manusia. Hal ini karena dapat menggambarkan
    perilaku yang sama apabila zat tersebut masuk ke
    dalam tubuh wanita hamil.
  • Pertimbangan lain adalah masa kebuntingan.
  • Sebaiknya memilih hewan coba yang masa
    kebuntingannya tidak panjang, sehingga hasil
    penelitian dapat dengan cepat diketahui.

8
  • Jenis hewan yang banyak digunakan adalah mencit
    (Mus musculus), Tikus (Ratus sp).
  • Untuk mendapatkan hewan coba yang baik dan
    memenuhi syarat untuk digunakan sebagai sampel
    percobaan, maka faktor pemeliharaan dan cara
    mengawinkan sangat penting untuk diperhatikan.
  • Berikut ini adalah teknik pemeliharaan mencit
    sebagai hewan coba

9
Teknik pemeliharaan mencit
  • Mencit adalah salah satu hewan yang sering
    digunakan sebagai hewan coba pada penelitian
    reproduksi dan teratologi.
  • Alasan pemilihan mencit adalah mudah di peroleh,
    harganya yang relatif murah, siklus reproduksinya
    singkat, masa reproduksi mencit cukup panjang
    berkisar antara 2 sampai 14 bulan.
  • Diantara rentang waktu reproduksi mampu
    melahirkan rata-rata 10 kali dengan menghasilkan
    jumlah fetus 100 ekor.
  • Pemeliharaan relatif mudah .

10
  • Memilih Mencit
  • Mencit harus sehat, ditandai dengan bulu halus
    (tidak berdiri), gerakannya cukup lincah dan
    tidak menunjukkan cacat fisik.
  • Untuk penelitian bidang reproduksi dan teratologi
    mencit harus siap untuk kawin. Umur berkisar
    delapan minggu dengan berat badan mencit berkisar
    antara 25-30 gram.

11
  • Strain Mencit
  • Strain mencit meliputi
  • (a) Swiss Webster,
  • (b) A/Jak,
  • (c) SLC/ICR,
  • (d) ICR,
  • (e) A,
  • (f) Balb C,
  • (g) Strain bebas patogen.

12
Pemeliharaan
  • Rumah Hewan
  • Yang perlu diperhatikan
  • Kelembapan,
  • Suhu,
  • Periodisitas sinar (12 jam terang dan 12 jam
    gelap). Kondisi ini dapat dibalik berlawanan
    dengan kondisi alami.
  • Ventilator (mampu mengatur kelembapan dan temp)

13
  • Bak tempat perawatan harus diberi alas (sekam,
    serbuk gergaji kayu)
  • Alat minum dari pipa kaca dan botol, sehinga
    tidak tercemar kotoran.
  • Tutup kasa, sekaligus sebagai tempat makanan.
  • Mencit jantan dan betina dipisahkan, agar tidak
    kawin.
  • Mencit jantan, dapat dikumpulkan sesamanya
    apabila mulai dari saat menyusui, jika mulai dari
    dewasa akan berkelahi.
  • Jumlah mencit per kandang disesuaikan dengan
    ukuran bak.

14
Makanan dan Minuman
  • Pakan berupa pelet dan air minum diberikan secara
    ad libitum (berlimpah).
  • Jenis pakan berupa Par G, pakan ayam 521 maupun
    buatan sendiri (protein, KH dan lemak seimbang).
  • Pakan harus dikontrol tidak boleh kekurangan
    maupun terlalu lama, akan menyebabkan berjamur.

15
Penanganan Mencit
  • Untuk memegang mencit sebaiknya tanpa menggunakan
    sarung tangan, mencit perlu dibelai terlebih
    dahulu.
  • Untuk mengeluarkan dari kandang atau menangkap
    harus memegang ekornya.
  • Memegang dengan penuh keyakinan dan tanpa
    keraguan akan menyebabkan mencit merasa bahwa
    tindakan tersebut bukanlah ancaman baginya,
    sehingga mencit tidak akan mengigit.

16
  • Memegang mencit dengan tangan kiri, sedemikian
    rupa sehingga mencit beada dalam genggaman dan
    tidak dapat bergerak.
  • Untuk itu, maka mencit harus ditempatkan pada
    tempat yang cukup kasar/kasa untuk dapat
    berpegangan, sehingga kita dapat memegang bagian
    kulit tengkuknya, sementara tangan kanan tetap
    memegang ekor.

17
Mengawinkan Mencit
  • Siklus estrus
  • Mencit betina bersedia dikawini hanya pada masa
    estrus.
  • Di luar masa estrus mencit betina menolak.
  • Oleh karena itu sangat perlu sekali untuk
    mengetahui tanda-tanda masa estrus.

18
  • Siklus estrus mencit meliputi empat fase yang
    terdiri
  • Proestrus,
  • Estrus,
  • Metestrus,
  • Diestrus.
  • Keempat fase siklus estrus memerlukan waktu
    sekitar 4 sampai 5 hari.

19
  • Untuk mengetahui masa estrus mencit betina dapat
    dilakukan dengan pengamatan visual bentuk luar
    vagina /vulva atau mengamati hapusan vagina di
    bawah mikroskop.
  • Masa estrus, maka vulva akan tampak
    kemerah-merahan dan sedikit terbuka, sedangkan
    dengan hapusan vagina akan tampak dominansi
    sel-sel yang mengalami kornifikasi.

20
Tahapan untuk membuat hapusan vagina adalah
  • Dengan cotton bud basah usapkan pada bagian dalam
    dinding vagina
  • Usapkan pada gelas obyek selanjutnya difiksasi
    dengan methanol
  • Setelah kering angin warnai dengan methylen blue
    yang dilarutkan dengan methanol
  • Selanjutnya cuci dengan air mengalir
  • Keringanginkan kemudian amati di bawah mikroskop.

21
  • Untuk memperbesar keberhasilan perkawinan atau
    memperbanyak ovulasi dapat dilakukan induksi
    ovulasi (super ovulasi) pada mencit betina.
  • Zat yang biasanya digunakan untuk menginduksi
    ovulasi
  • PMSG (Pregnant Mare Serum Gonadotropin) dan HCG
    (Human Chorionic Gonadotropin).
  • Besarnya dosis yang diberikan adalah 0,5 IU
    dengan volume penyuntikan 0,5 ml setiap ekor.

22
Kawin
  • Mencit betina masa estrus disatukan dalam satu
    kandang dengan mencit jantan pada sore hari
    sekitar pukul 17.00, Karena ovulasi dirangsang
    oleh neuroendokrin akibat kegelapan.
  • Keesokan harinya diamati adanya sumbat vagina,
    dianggap telah terjadi kopulasi, dan sebagai hari
    nol kebuntingan. Selanjutnya dipisahkan dengan
    pejantan.

23
  • Sebelum dikumpulkan dalam satu kandang mencit
    betina diberikan petanda khusus dengan bahan
    pewarna yang tidak hilang (asam pikrat dengan
    warna kuning).
  • Atau dengan membuat lubang pada daun telinga.
  • Data setiap individu disertakan pada setiap
    kandang dengan cara mencatatkan pada kartu yang
    digantungkan pada kandang.

24
  • Untuk memastikan terjadinya kebuntingan, mencit
    betina dilakukan penimbangan berat badan secara
    periodik pada umur kebuntingan 3, 6 dan 9 hari.
  • Apabila terdapat penambahan berat badan yang
    sangat mencolok , maka dapat dipastikan bahwa
    mencit tersebut sedang bunting.

25
  • Mencit jantan yang digunakan untuk mengawinkan
    harus tetap berada pada kandang yang terpisah,
    karena mengumpulkan mencit jantan yang telah
    bertemu dengan mencit betina akan menyebabkan
    terjadinya perkelahian sampai mati antara mencit
    jantan yang satu dan yang lainnya.

26
  • Panjang umur kebuntingan mencit adalah 19 hari.
  • Untuk penelitian teratologi, induk mencit dibedah
    pada umur kebuntingan (UK) 18 hari (sehari
    sebelum melahirkan).
  • Jumlah fetus normal berkisar 10-11 ekor,
    sedangkan akibat induksi ovulasi bisa bertambah
    banyak.

27
Waktu Pemberian zat
  • Untuk mendapatkan hasil yang diharapkan terhadap
    pengujian zat teratogenik, perlu memperhatikan
    waktu pemberiannya.
  • Ada dua jenis waktu pemberian yaitu
  • (a) pemberian zat sebelum implantasi,
  • (b) pemberian zat teratogenik setelah
    implantasi.

28
  • Pemberian sebelum implantasi bertujuan untuk
    melihat pengaruh suatu zat terhadap perkembangan
    embrio preimplantasi.
  • Zat yang bersifat sitostatik atau embriotoksik
    dapat menyebabkan kematian atau hambatan pada
    perkembangan embrio.
  • Pemberian zat setelah implantasi bertujuan untuk
    melihat pengaruh zat pada perkembangan fetus,
    terutama pada masa organogenesis.

29
  • Untuk pemberian zat teratogenik setelah masa
    implantasi perlu memperhatikan masa kritis suatu
    organogenesis.
  • Suatu zat yang bersifat teratogenik akan
    menyebabkan kelainan pada fetus apabila diberikan
    pada masa kritis.

30
  • Masa kritis adalah suatu waktu sepanjang masa
    kebuntingan induk yang dapat menyebabkan terjadi
    kelainan pada fetus yang dikandungnya apabila
    terdedah oleh zat teratogenik.
  • Masa kritis induk biasanya berada pada masa
    organogenesis.
  • Pada masa pembentukan organ ini terjadi aktifitas
    metabolisme berupa pembelahan maupun kematian sel
    sel dalam rangka pembentukan organ.

31
  • Proses pembelahan yang terhambat akan
    mengakibatkan terjadinya hambatan pada
    pembentukan organ.
  • Pemberian zat di luar masa organogenesis tidak
    menyebabkan terjadinya kelainan pada fetus,
    sekalipun zat yang diberikan bersifat
    teratogenik.

32
Pola Hipotesis Susseptibilitas Organ Embrionik
Terhadap Bahan Teratogenik.
Malformated / Implantation Sites
Eye
Brain
Palate
Urogenital
Heart and Axial Skeleton
Aortic
Arches
Days of Gestation in the Rat
33
Beberapa faktor yang mempengaruhi munculnya
kelainan pada fetus akibat zat teratogenik
  • Suseptibilitas spesies
  • Zat teratogen dapat menyebabkan kelainan pada
    spesies hewan tertentu, tetapi tidak munculnya
    kelainan pada spesies yang lain.

34
  • Perbedaan suseptibilitas ini memanifestaikan
    beberapa hal
  • (1) Zat bersifat teratogen pada satu spesies
    tetapi pada hewan lain sedikit ataupun tidak sama
    sekali,
  • (2) Zat teratogen dapat menyebabkan munculnya
    jenis kelainan yang sama tetapi dalam frekuensi
    yang berbeda
  • (3) Zat teratogenik menyebabkan jenis kelainan
    yang berbeda antara satu spesies dengan spesies
    yang lain.

35
  • Perbedaan suseptibilitas spesies terhadap bahan
    teratogenik ini disebabkan oleh faktor genetik
    dan faktor lingkungan misalnya nutrisi,
    temperatur dan musim.
  • Susceptibilitas karena tahap perkembangan
  • Perbedaan susceptibilitas karena perbedaan masa
    kritis perkembangan.
  • Antara satu spesies dengan spesies yang lain
    mempunyai perbedaan masa organo genesis, sehingga
    pemberian suatu zat teratogenik pada suatu
    spesies dapat menyebabkan terjadinya kelainan,
    sedang pada spesies lain tidak karena bukan pada
    masa organogenesis.

36
  • Perbedaan dosis
  • Dosis zat yang bersifat teratogenik juga berbeda
    antara satu spesies dengan spesies yang lain.
  • Masing-masing spesies memilki kekhasan dalam
    tingkat dosis zat.
  • Rentang dosis teratogenik suatu zat pada suatu
    spesies sangat berbeda-beda.
  • Oleh karena itu perlu percobaan pendahuluan
    penentukan LD50 .

37
Dosis (Konsentrasi) Zat
  • Besarnya dosis sangat menentukan terjadinya
    kelainan.
  • Dosis adalah kadar zat yang diberikan dalam
    satuan berat badan.
  • Konsentrasi adalah kadar zat yang terlarut pada
    suatu larutan yang diberikan pada hewan coba.
  • Untuk menentukan dosis yang diberikan perlu
    diperhitungkan besarnya LD50.

38
  • Besarnya LD50 suatu zat berbeda antara satu
    spesies dengan spesies yang lain, sebagai akibat
    perbedaan faktor genetis organisme tersebut.
  • Cara penghitungan LD50 dapat menggunakan Analisis
    Probit maupun dengan menggunakan regresi linier.
  • Besaran dosis dipakai apabila diberikan pada
    hewan coba akan menyebabkan toksisitas namun
    tidak menimbulkan kematian.

39
  • Besaran dosis tersebut adalah MTD (maximum
    Tolerable Dosage).
  • Besarnya dosis teratogenik adalah sedikit dibawah
    MTD.
  • Jalur Administrasi
  • Adalah jalur pemberian zat pada hewan coba.

40
  • Faktor yang menyebabkan perbedaan respon hewan
    coba terhadap jalur pemberian ini adalah karena
    perbedaan sifat fisika kimia zat tersebut.
  • Pertimbangan lain adalah karena menghindari
    faktor barier membran di dalam tubuh.
  • Jalur yang biasa digunakan untuk memberikan zat
    adalah sebagai berikut
  • Jalur perkutan masuk ke dalam kulit zat .

41
  • Contoh zat yang mudah masuk melalui kulit adalah
    fenol dan derivat fenol, hormon estrogen,
    progesteron, testosteron dan desoksikortikosteron,
    vitamin D dan vitamin K, berbagai basa organik
    seperti strikhinina dan nikotina.
  • Faktor-faktor yang berperan pada efektifitas
    jalur perkutan adalah polaritas zat, pH, tingkat
    ionisasi, berat molekul dan keterlarutan zat
    dalam air dan lemak.

42
  • Jalur inhalasi
  • Sangat efektif masuk ke dalam tubuh, karena
    setiap organisme melakukan inspirasi.
  • Syarat mutlak adalah zat harus dalam bentuk gas.
  • Jalur oral
  • Paling lazim untuk masuknya zat.
  • Zat teratogenik harus diserap oleh permukaan
    mukosa saluran cerna.

43
  • Adua cara yaitu melalui pipa lambung
    (gavage/dipaksa) atau melalui pencampuran bahan
    makanan.
  • Faktor yang berpengaruh pada jalur ini adalah pH.
    Kadar pH lambung.
  • Toksisitas suatu zat akan berubah bila diberikan
    secara oral.
  • Hal ini disebabkan terjadinya pencampuran zat
    dengan bahan makanan.

44
Jalur Parenteral
  • Jalur parenteral adalah pemasukan zat ke dalam
    tubuh dengan spuit melalui jarum yang berlubang
    pada tempat tertentu pada bagian tubuh hewan.
  • Jalur parenteral ini meliputi
  • Penyuntikan ke dalam kulit (intradermal) ,
  • Penyuntikan di bawah kulit (sub kutan),
  • Di dalam otot (intramuskular),
  • Ke dalam darah vena (intravena),
  • ke dalam cairan spinal (intratekal),
  • ke dalam darah arteri (intraarterial),
  • ke dalam tumor atau kedalam cairan dada
    (intrapleural),
  • ke dalam cairan abdomen (intraperitoneal).

45
Manajemen pasca Perlakuan
  • Pengelolaan hewan coba setelah masa perlakuan
    merupakan faktor penting, karena dapat
    mempengaruhi hasil pengamatan.
  • Beberapa hal yang perlu diperhatikan
  • Petanda (labeling)
  • Untuk mengenali individu baik kontrol maupun
    perlakuan.
  • Penanda dengan asam pikrat atau dengan melubang
    daun telinga

46
Pemantauan
  • Perkembangan kebuntingan harus dipantau melalui
    berat badan.
  • Kebuntingan akan menunjukkan penambahan berat
    badan yang berarti.
  • Bila tidak menunjukkan pertambahan berat badan,
    dicurigai terjadi kematian intrauterus setelah
    diberikan obat.

47
Umur kebuntingan
  • Umur kebuntingan hewan diperlukan untuk
    mengetahui saat pembedahan.
  • Induk mencit yang diberikan perlakuan dengan zat
    teratogenik tidak dibiarkan melahirkan sendiri.
  • Karena terdapat kecenderungan pada induk mencit
    untuk memangsa fetus yang lahir cacat. Apabila
    hal ini terjadi maka kita akan kehilangan data.

48
Pengamatan
  • Pada mencit pembedahan dilakukan pada umur
    kebuntingan 18 hari.
  • Pengamatan pada penelitian preimplantasi
    dilakukan dengan melakukan flushing uterus UK 3
    hari.
  • Mencit yang telah dibedah kemudian diambil
    uterusnya dan dilakukan penggelontoran pada
    uterusnya dengan menggunakan garam fisiologis
    (NaCl 0,9 ).

49
  • Tujuan flushing adalah untuk mendapatkan embrio
    preimplantasi yang berada di dalam uterus.
  • Sedang embrio tahap satu sel, diflushing pada
    bagian tuba fallopi.
  • Sedangkan embrio pasca implantasi diperoleh
    dengan jalan mengeluarkannya dari uterus.

50
Berikut ini adalah tahap-tahap pengamatan yang
harus dilalui
  • Mematikan mencit
  • Ada beberapa macam cara
  • anestesi dengan eter
  • dislokasi servik

51
Pembedahan.
  • Hal-hal yang diamati
  • Ovarium
  • Dilakukan penghitungan jumlah korpus luteum.
    Jumlah korpus luteum menggambarkan jumlah ovum
    yang diovulasikan.
  • Dengan mengetahui jumlah sel telur yang
    diovulasikan kita dapat mengetahui jumlah embrio
    preimplantasi yang hilang.

52
  • Yang diamati
  • Jumlah corpus luteum
  • Jumlah implantasi
  • Jumlah bagian yang mengalami resorpsi
  • Lokasi dalam uterus
  • Jumlah dan posisi fetus yang hidup maupun yang
    mati
  • Jenis kelamin fetus
  • Berat dan kondisi fetus
  • Kondisi umum dari viscera induk yang lain

53
(No Transcript)
54
(No Transcript)
55
Persen kehilangan Pra implantasi dihitung dengan
rumus
  • Jumlah korpus luteum jumlah implantasi X 100
  • Jumlah korpus luteum
  • Jumlah implantasi dapat digunakan untuk
    menghitung daya fertilitas mencit.
  • Jumlah implantasi X 100
  • Jumlah korpus luteum

56
  • Perhitungan korpus luteum dilakukan dengan cara
  • ovarium merendam dalam garam fisiologis kemudian
    dihitung dengan menggunakan mikroskop bedah, pada
    selang waktu maksimum 2 jam setelah pembedahan
  • Pada pengamatan korpus luteum berbentuk tonjolan
    yang berwarna kemerah-merahan.
  • Jumlah implantasi diamati dengan jalan menghitung
    jumlah plasenta dan sisa resorpsi.

57
Jumlah fetus hidup
  • Fetus hidup ditandai dengan adanya gerakan fetus
    apabila dilakukan stimulasi berupa sentuhan.
  • Persentase fetus hidup
  • Jumlah fetus hidup X 100
  • Jumlah implantasi

58
  • Persen kematian pascaimplantasi
  • Jumlah implantasi jumlah fetus hidup X 100
  • Jumlah implantasi
  • Jumlah fetus mati
  • Jumlah fetus mati X 100
  • Jumlah implantasi

59
Embrio resorbsi
  • Embrio resorbsi adalah embrio mati yang telah
    diresorbsi kembali.
  • Biasanya berupa sisa implantasi (implantation
    site) dengan warna kehitaman.
  • Persentase resorbsi dengan menggunakan rumus
  • Jumlah embrio resorbsi X 100
  • Jumlah implantasi

60
  • Rata-rata berat badan fetus.
  • Jumlah berat badan fetus hidup per induk
  • Jumlah fetus hidup
  • Pengamatan kelainan
  • Pengamatan kelainan meliputi
  • pengamatan pada kelainan eksternal dan pengamatan
    pada kelainan internal.

61
  • Kelainan eksternal dilakukan dengan cara
    mengamati keadaan morfologi fetus dengan
    mikroskop bedah.
  • Sedangkan pengamatan internal dilakukan setalah
    fetus difiksasi dengan larutan formalin atau
    Bouins.

62
Kelainan eksternal
  • Kelainan ekternal adalah kelainan morfologi fetus
    yang dapat diamati dari luar.
  • Urutan pengamatan adalah sebagai berikut
  • Kepala meliputi
  • Otak, letak mata dan telinga serta langit-langit
    bagian atas, dengan kaca pembesar atau dengan
    metode Razor blade section
  • Badan dan alat gerak
  • Gastroschisis, haemorage, spina bifida dll.
  • Jumlah organ ekstremitas, letak dan jumlah
    jarinya.

63
  • Ekor
  • Diamati panjang dan bentuk ekor
  • Organ genetalia.
  • Untuk membedakan jenis kelamin fetus dilakukan
    dengan cara mengamati jarak antara genital
    tuberkel dan anus.
  • Jantan Jarak genital tuberkel dan anus fetus
    jantan relatif lebih jauh dibandingkan fetus
    betina.

64
  • Fungsi pengamatan jenis kelamin fetus adalah
    untuk mengetahui ratio sex hewan coba dengan
    menggunakan rumus
  • Jumlah fetus jantan
  • Jumlah fetus betina

65
Kelainan internal
  • Fetus difiksasi di dalam larutan Bouins, minimal
    3 hari.
  • Kelainan internal yang diamati biasanya meliputi
  • Kelainan pada derah kepala, kelainan jantung,
    ginjal, situs viscerum (posisi visceral).

66
  • Kelainan Urogenital
  • Kelainan urogenital dilakukan dengan pemotongan
    dengan metode Free Hand Razor Blade Technique
    pada daerah abdomen.
  • Pada saat perkembanan embrio ginjal mengalami
    migrasi dari daerah pelvis menuju ke daerah
    abdomen.
  • Secara normal ginjal sebelah kiri sedikit lebih
    tinggi dibandingkan ginjal sebelah kanan.

67
  • Jenis-jenis kelainan yang dapat terjadi pada
    sistem urogenital adalah
  • Aplasia renalis
  • Tidak terbentuk ginjal
  • Ginjal ektopik, terletak ditempat yang tidak
    seharusnya.
  • Normal ginjal terletak di dalam rongga abdomen.
  • Ginjal Ektopik terdapat dalam rongga pelvis,
    sebagai akibat selamamigrasi terhambat oleh
    arteria illiaca.

68
  • Ginjal berupa ginjal tapal kuda. Kelainan ini
    terjadi karena fusi ginjal pada daerah arteri
    mesenterika.
  • Dilatasi ureter
  • Hyperplasia ginjal
  • Hypoplasia ginjal

69
(No Transcript)
70
  • Metode ini terdiri atas 3 bagian
  • Koleksi
  • Observasi
  • Interpretasi dari data toksikologi
    perkembangan
  • Spesies yang digunakan oleh lab mereka
  • Tikus Sprague-Dawley
  • Mencit CD-1
  • Kelinci putih New Zealand

71
  • Alasan
  • Tingkat fertilitas tinggi
  • Tingkat kecacatan spontan rendah
  • Ukuran tubuh sesuai
  • Genetik stabil
  • Banyak anak
  • Periode kebuntingan pendek
  • Masa kawin singkat
  • Mudah didapat (dapat dibeli bebas)

72
  • Terlihatnya Sumbat vagina (vaginal plug) sebagai
    UK (Umur Kebuntingan)0
  • Tikus dibedah pada UK 21
  • Mencit dibedah pada UK 18
  • Kelinci dibedah pada UK 29

73
Persiapan dan Perkawinan
  • Tikus jantan dan betina dewasa
  • Umur 10-11 minggu
  • Tikus dikarantina 2 minggu
  • Tikus?dikandangkan pd baja dg kisi kawat
  • Tikus ?dikandangkan pd kotak polikarbonat bening
    dg alas
  • Nutrisi ad libitum
  • Suhu 72º 4 F, kelembaban relatif 50 10, 12
    jam terang, 12 gelap

74
  • ? ditato bagian ekor
  • 1 s/d 3 ekor tikus ? dimasukkan ke kandang tikus
    ? di awal sore
  • Setiap pagi dilakukan service pan untuk
    mengetahui copulatory plug
  • Dilakukan pengolesan vagina (vaginal lavage)
    utk mengetahui intravagina copulatory plug

75
  • Service pan menarik ekor ke atas, menekan
    lubang kopulasi
  • Vaginal lavag (pengolesan vagina)
  • Beberapa tetes lar. saline dimasukkan ke dlm
    pipet
  • Ujung pipet dimasukkan 1-2 mm ke dalam vagina
    tikus
  • Lar.saline mengalir ke dalam vagina secara
    perlahan
  • Lar.saline ditarik kembali ke pipet
  • Di smearkan pada mikroslide, diperiksa di bawah
    mikroskop(100-200 X), tidak diwarnai) utk melihat
    sperma

76
  • Betina dikatakan kawin jika
  • Jika ditemukan sperma pada pegolesan vagina
  • Ditemukannya vaginal plug
  • Jika terjadi perkawinan
  • Betina dipisahkan dr jantan
  • Berat badan ditimbang dan dicatat
  • Dikembalikan ke kandang polikarbonat asalnya
  • Masa kawin dicatat (biasanya 85-90 ? yang
    dikawinkan akan bunting)

77
Metode Penelitian
  • 6 kelompok perlakuan kontrol
  • Kelompok perlakuan
  • 1 tidak ada efek
  • 2 tidak ada efek atau efek minimal
  • 3 efek minimal
  • 4 efek moderat
  • 5 toksisitas pasti
  • 6 toksisitas pasti
  • Dasar pemilihan dosis
  • Data minimal toksisitas pada mamalia dewasa
  • Dosis tinggi dipilih utk menghasilkan toksisitas
    yang jelas.

78
  • Metode
  • Hewan pengerat dibunuh pd UK 21 dg asphiksiasi
    CO2
  • Diletakkan di papan Plexiglas dijepit dg spring
    clip
  • Pembedahan dilakukan pada dinding abdominal utk
    expose abdominal viscera
  • Maternal viscera diamati secara makroskopis
  • Ovarium diambil diamati diamati corpus
    luteumnya

79
(No Transcript)
80
  • Perlakuan pada Uterus
  • Uterus yg telah diisolasi dibedah dg gunting
    sepanjang sisi berlawanan dg sisi implantasi
  • Mengekspose bagian uterus kantung amnion
  • Diamati dihitung jmlposisi implantasi, fetus
    yg hidup maupun yg mati dihitung
  • Umbilical cord dipotong
  • Fetus dipindahkan ditempatkan dlm nampan,
    dilihat jenis kelaminnya dg melihat genital
    pailla, di timbang dan dicatat beratnya

81
  • Kematian embrio
  • 1. Kematian di awal post implantasi
  • Bagian yang mengalami resorpsi mirip gumpalan
    darah coklat gelap tidak tampak adanya jar.
    Embrionik
  • 2. Kematian di akhir post implantasi
  • Bagian resorpsi dg jaringan plasenta embrionik
    yang tampak
  • 3. Fetus mati
  • Fetus yang tidak merespon

82
  • Pengukuran terakhir uji eksternal fetus untuk
    abnormal morfologi
  • Dengan menggunakan mikroskop dissecting
  • 1. Bibir palatum diteliti apakah ada celah dg
    membuka mulut scr perlahan dg catut
  • 2. Kepala, diamati pada
  • a. lateral profil, apakah terdapat bentuk
    cranium berbelah

83
  • b. Tampak depan, diuji bentuk dan ukuran
    mata(tertutup), telinga, hidung, rahang
    moncong.
  • 3. . Limb, diteliti bentuk, ukuran, posisi, jml
    jari serta dalamnya celah jari.

84
  • Malformasi Eksternal
  • Cranioorachischisis
  • Gastrochisis
  • Umbilical hernia
  • Toracopagus twins
  • Spina bifida
  • Polydactily
  • Ectodactily
  • Syndactily

85
(No Transcript)
86
(No Transcript)
87
(No Transcript)
88
(No Transcript)
89
(No Transcript)
90
(No Transcript)
91
(No Transcript)
92
(No Transcript)
93
(No Transcript)
94
(No Transcript)
95
(No Transcript)
96
(No Transcript)
97
(No Transcript)
98
(No Transcript)
99
(No Transcript)
100
(No Transcript)
101
(No Transcript)
Write a Comment
User Comments (0)
About PowerShow.com