Title: Pembacaan Al-Qur
1Pembacaan Al-QuranPengantar ke Pemikiran
Mohammed Arkoun
2Pemikiran Islam belum membuka diri, naif, karena
mendekati agama atas dasar kepercayaan tanpa
kritik tidak sadar bahwa fakta sosial,
psikologis d.l.l bisa mempengaruhi aktualisasi
- Disi lain Barat tidak memperhatikan hal-hal
diluar jangkauan akal - Karenanya arkoun tidak setuju dengan Positifisme
yang berdasar pada data empiris (tidak
memperdulikan aneka ragam kendali manusia) - Juga saintisme sebagai bentuk kebenaran
3Bagi Barat, angan-angan sosial adalah terbelakang
!
- Bagi Arkoun, perkembangan pemikiran Islam pada
masa lampau bisa dipahami (justru) dengan
memperhatikan pengaruh angan-angan sosial - Ini dibangun oleh Sejarah nyata, realitas
sosial dan lingkungan fisik kelompok ? Citra,
Cerita dan Nilai - Nalar Islami yang dipertahan adalah semangat
keagamaan dari angan-angan sosial - Nalar Modern yang diambil adalah Kritisismenya
4Agama ada Mitos !
- Paul Ricoeur manusia bergantung pada lambang /
simbol (sesuatu yang mempunyai makna ganda) - Mitos Simbol tingkat kedua (cerita yang
membeberkan simbol primer) ? karena itu tidak
sama dengan bahasa rasional - Mitos, dengan cara khusus dan tidak langsung
membicarakan kenyataan manusia - Arkoun, Mitos berfungsi menjelaskan, menunjukkan,
mendirikan kesadaran kolektif yang mengukir
proyek Sejarah!
5Menurut Arkoun, wacana al-Quran bersusunan Mitis!
- Menggambarkan tindakan sosial-historis dari
kelompok yang dipimpin Muhammad disertai suatu
wacana bersusunan mitis di dalam al-Quran. - Yang harus dijelaskan adalah bahwa
pertentangan-pertentangan dalam keagamaan
terletak pada tataran tanda-tanda kebahasaan,
ritual, kesejarahan dan kesenian - Kesemuanya mengacu pada Transendental pada
Allah yang sama!
6Dekonstruksi Teks
- Michael Foucault manusia pada tiap-tiap zaman
menangkap kenyataan dengan cara tertentu (?
Episteme), dan ia membicarakan dengan cara
tertentu (? wacana) - Untuk membahas pemikiran manusia harus dengan
arkeologi - Yaitu analisis susunan dan berbagai kaidah yang
menentukan episteme dan wacana
7Manusia berpikir, mengungkapkan diri melalui
bahasa, tradisi kebahasaan, tradisi teks?
manusia berada dalam lingkungan logosentris
- Karenanya Teks harus didekonstruksi.
- Dekonstruksi ? upaya menampakkan aneka ragam
aturan yang sebelumnya tersembunyi yang
menentukan berbagai Teks, dan melalui teks itu
manusia berpikir
8Wahyu Ilahi mewujud dalam al-Quran, karenanya
- Pertama, al-Quran adalah sejumlah pemaknaan
potensial yang diusulkan kepada manusia - Jadi, sesuai untuk mendorong pembangunan doktrin
yang sama beragamnya dengan keadaan sejarah
pemunculannya.
9Kedua, Pada pemaknaan potensial, al-Quran
mengacu pada agama trans-sejarah /
transendensi.Pada pemaknaan yang diaktualisasi
dalam doktrin teologi, yuridis, politis, etis
d.l.l al-Quran menjadi mitologi dan ideologi
yang kurang lebih dirasuki makna transendensi
- Ketiga, al-Quran adalah sebuah teks terbuka,
tidak ada penafsiran yang dapat menutupnya secara
tetap. - Sebaliknya, semua aliran yang ada yang mendukung
dan mensahkan kehendak kelompok sosial yang
bersaing untuk memperoleh kekuasaan
10Keempat, secara Dejure, teks al-Quran tidak
mungkin disempitkan jadi IdeologiKarena teks itu
menelaah, khususnya berbagai situasi batas
kondisi manusia keberadaan, cinta kasih, hidup
d.l.l
- Untuk melucuti pemahaman yang berbau ideologis
dan teologis yang beku, harus melihat aspek
historis - Teks merupakan faktor terpenting untuk
menghasilkan makna
11Tujuan membaca teks
- Adanya kelahiran teks al-Quran lewat penulisan
berarti dalam memahami wahyu terjadi Nalar
Grafis mendominasi cara berfikir. - Sabda / Logos kenabian didesak oleh logos
Pengajaran (Firman yang berorintasi pada
abstraksi, tanpa melihat yang dituju oleh Firman
itu) ? terjadi pemiskinan untuk memahami wahyu
dari segala dimensi - Teks al-Quran sebagai Parole didesak oleh teks
sebagai langue
12Tujuan qiraah untuk mengerti komunikasi
kenabian yang hendak disampaikan lewat teks, atau
mencari makna yang hendak disampaikan lewat teks
- Karenanya harus dijadikan sebagai produksi makna
! - Dengan cara melihat berbagai tanda dan simbol
dalam teks, yaitu - Kata, struktur kalimat, tanda-tanda bahasa, d.l.l
- Sehingga terjadi interaksi yang penuh makna
antara teks dan pembacanya - Teks sebagai komunikasi memberikan sesuatu
untuk dipikirkan
13Bagaimana membaca teks agar sampai pada makna?
- Harus tahu arti (sense)nya, yang muncul dalam
kalimat / proposisi (Kata tidak mempunyai arti!) - Referensi / acuan (klaim-klaim kebenaran dari
kalimat) ? kalimat hendak mengatakan kebenaran
sesuatu - Makna terbentuk lewat hubungan dialektis antara
arti dan referensi - Jadi Makna adalah suatu peristiwa
14Bagaimana membaca teks?
- Secara liturgis, ritual ? mereaktualisasikan saat
awal, ketika nabi mengujarkannya pertama kali ?
komunikasi rohanu secara horisontal dan vertikal,
pembatinan kandungan wahyu. - Secara eksegetis (sebagaimana ar-Razi dalam
Mafatihul-ghoib auat al-Tafsir al-Kabir) - Memanfaatkan temuan metodologis yang disumbangkan
ilmu kemanusiaan dan ilmu bahasa
15Metodologi Pembacaan
- Linguistik Kritis ? memeriksa tanda-tanda bahasa
yang memproduksi makna ? sintaksis dan semantik. - Hubungan Kritis the driving force behind the
text - Memeriksa pencapaian dan keterbatasan dari
tafsir logiko-leksikografis dan eksegesis
imajinatif? seperti uapaya ar-Razi - Analisis mitis / simbolis
16Teks Qurani mengatakan sesuatu, mengungkapkan
suatu komunikasi, memberikan suatu untuk
dipikirkan!Isi komunikasi inilah yang harus
dicari terus menerus. Karenanya harus
memperhatikan
- Pertama, Tanda, simbol dan mitos
- Tanda segala sesuatu yang menunjuk diluar
dirinya sendiri - Simbol tanda yang menjadi rujukan ganda
- Mitos orang bicara tentang dirinya sendiri,
makna diungkapkan dalam struktur sedemikian rupa,
sehingga struktur itu dapat dijadikan sarana baru
untuk berbicara tentang sesuatu yang lain
17Kedua, analisis mitis dan qiraah
- Melihat ungkapan simbolis dari realitas asli dan
universal manusia - Dibutuhkan kemampuan untuk menghubungkan berbagai
unsur, kadang bersifat meta-bahasa (Qiraah) - Perspektif dinamik yang dibuka oleh konsep
intertektualitas menghantarkan pada pemahaman
literatur relegius yang lebih kaya, daripada
pembacaan linier yang dituntut oleh penelitian
filosofis terhadap pengaruh leksikal, stilistik
dan pengaruh tematik.