Title: PEMAKAIAN ACTIONS SCRIPT FLASH PADA PEMBUATAN PERMAINAN MATHCOPTER
1KAUSALITAS
Dipresentasikan untuk Memenuhi Tugas MK Hukum
Pidana
Oleh Kelompok 2, yang beranggotakan
No Nama NPM No Nama NPM
1 Syaeful Hadi 091000131 5 Kojang 091000324
2 Gun Gun Gunawan 091000165 6 Denny Murdani 091000125
3 Budi Prabowo 091000126 7 Berman Budilaksono 091000129
4 Widyawanti 091000122 8 M. Desmi 091000
Fakultas Hukum Universitas Pasundan 2010
2(No Transcript)
3Pengertian Kausalitas
?
4Pengertian Kausalitas
Bagan
PS 6
PS 7
PS 9
PS 8
KeteranganPS Peristiwa Sosial
Simbol adanya hubungan
5Pengertian Kausalitas
PS 6
PS 7
PS 9
PS 8
Bagan di atas menunjukkan adanya kausalitas
(sebab-musabab) antara masing-masing peristiwa
sosial tersebut.
6 yang penting bagi ajaran kausalitas adalah
perbedaaan antara delik formil dan delik
materil. (Tien Hulukati, 2006 90)
Apa hubungan kedua macam delik tsb dengan
kausalitas ???
7Delik Formil Vs Delik Materiil
8Teori Conditio Sine Quanon
Teori ini dalam hukum pidana diajukan oleh Von
Buri, Menurut beliau, musabab adalah tiap syarat
yang tak dapat dihilangkan untuk timbulnya
akibat. Teori ini juga dinamakan teori
Equivalensi, yaitu semua menurut pendiriannya,
tiap-tiap syarat adalah sama nilainya
(equivalentie). Juga dinamakan Bedingungs theori,
karena baginya tidak ada perbedaan antara syarat
(Bedingungs) dan musabab.
9Teori Conditio Sine Quanon
Teori ini antara lain dahulu dianut oleh
Mahkamah tertinggi Jerman sebelum kalah dalam
perang dunia kedua. Von Buri pada waktu itu
adalah Presiden dari mahkamah tersebut. Di Negeri
Belanda penganutnya antara lain adalah Van Hamel,
beliau mengatakan sebagai berikut Sepanjang
menentukan suatu pengertian secara ilmiah maka
teori Conditio Sine Quanon, adalah satu-satunya
teori yang secara logis dapat dipertahankan.Teori-
teori lain tidak mempunyai dasar yang pasti dan
tegas di dalam menentukan batasnya musabab.
10Teori Conditio Sine Quanon
- Terhadap kekuatan ini dikatakan oleh Van Hamel
bahwa delik-delik yang dikualifisir oleh
akibatnya itu, sesungguhnya berbagai jenis
tersendiri tidak perlu diadakan dalam wet,
karena - - Adalah keliru mengadakan pemberatan pidana
tanpa melihat kesalahan, padahal yang penting
dalam hukum pidana modern justru sikap batin
terdakwa itu. - Jika masih akan mempertahankan adanya macam atau
jenis delik tersebut, cukuplah apabila ancaman
pidana bagi delik itu ditinggalkan sehingga kalau
dapat menjatuhkan pidana yang lebih berat dari
pada delik biasa apabila ada akibat lain yang
timbul dari apa adanya. - --------------------------------------------------
------------------------------
11Teori yang Menggeneralisasi dan yang
Mengindividualisasi (bag.1 no.1)
1) Teori Yang Menggeneralisasi Teori ini lahir
sebagaiman teori yang mengindividualisir lahir,
yakni dalam rangka memperbaiki teori Von Buri
yang dianggap terlalu luas karena tidak
membedakan antara syarat dengan sebab. Sehingga,
harus dipilih satu faktor saja, yaitu yang
menurut pengalaman manusia pada umumnya dipandang
sebagai sebab. Teori ini mengadakan batasan
secara umum yaitu secara abstak, jadi tidak
terikat pada perkara yang tertentu saja, dan
karena itu juga mengambil pendirian pada saat
sebelum timbulnya akibat (ante- faktum).
12Teori yang Menggeneralisasi dan yang
Mengindividualisasi (bag.1 no.2)
Ada beberapa teori yang berbeda yang termasuk
dalam teori yang mengeneralisir ini. Adapun
perbedaan ini berpokok pangkal pada pengertian
dari istilah perhitungan yang normal) dalam hal
penentuan syarat yang dapat diambil sebagai sebab
(causa). berikut ini adalah beberapa teori yang
mengeneralisir a. Teori Adequate
(keseimbangan) Dikemukakan oleh Von Kries.
Dilihat dari artinya, jika dihubungkan dengan
delik, maka perbuatan harus memiliki keseimbangan
dengan akibat yang sebelumnya dapat diketahui,
setidak-tidaknya dapat diramalkan dengan pasti
oleh pembuat. Teori ini disebut teori
generaliserend yang subjektif adaequaat, oleh
karenanya Von Kries berpendapat bahwa yang
menjadi sebab dari rangkaian faktor-faktor yang
berhubungan dengan terwujudnya delik, hanya satu
sebab saja yang dapat diterima, yakni yang
sebelumnya telah dapat diketahui oleh pembuat)
. Teori adequate menurut Traeger Menurut
Traeger, akibat delik haruslah in het algemeen
voorzienbaar artinya pada umumnya dapat disadari
sebagai sesuatu yang mungkin sekali dapat
terjadi. Van Bemmelen mengomentari teori ini
bahwa yang dimaksud dengan in het algemeen
voorzienbaar ialah een hoge mate van
waarschijnlijkheid yang artinya, disadari sebagai
sesuatu yang sangat mungkin dapat terjadi.
13Teori yang Menggeneralisasi dan yang
Mengindividualisasi (bag.2 no.1)
2) Teori-teori yang Mengindividualisasi Teor
i ini muncul untuk memperbaiki dan menyempurnakan
teori conditio sine qua non. Teori ini mengadakan
pembatasan antara syarat dengan sebab secara
pandangan khusus (mengindividualisasikan), yakni
secara konkrit mengenai perkara tertentu saja,
dan karena itu mengambil pendiriannya pada saat
sesudah akibatnya timbul (post- faktum)
14Teori yang Menggeneralisasi dan yang
Mengindividualisasi (bag.2 no.2)
Ada beberapa teori yang termasuk dalam teori ini
adalah a. teori der meist wirksame bedingung
Teori ini berasal dari Birkmeyer. Teori ini
mencari syarat manakah yang dalam keadaan
tertentu yang paling banyak berperan untuk
terjadinya akibat (meist wirksame) di antara
rangkaian syarat-syarat yang tidak dapat
dihilangkan untuk timbulnya akibat. Jadi, teori
ini mencari syarat yang paling berpengaruh
diantara syarat-syarat lain yang diberi
nilai. Teori ini mengalami kesulitan untuk
menjawab permasalahan yang muncul yakni, bagaiman
cara menentukan syarat yang paling berpengaruh
itu sendiri atau dengan kata lain bagaimana
mengukur kekuatan suatu syarat untuk menentukan
mana yang paling kuat, yang paling membantu pada
timbulnya akibat. Apalagi jika syarat-syarat itu
tidak sejenis. b.Teori gleichewicht atau
uebergewicht Teori ini pertama kali dikemukakan
oleh Karl Binding, teori ini mengatakan bahwa
musabab adalah syarat yang mengadakan ketentuan
terhadap syarat positif untuk melebihi
syarat-syarat negatif. Menurut Binding, semua
syarat-syarat yang menimbulkan akibat adalah
sebab, ini menunjukkan bahwa ada persamaan antara
teori ini dengan teori conditio sine qua non.
15Teori yang Menggeneralisasi dan yang
Mengindividualisasi (bag.2 no.3)
c. Teori die art des warden Teori ini
dikemukakan oleh Kohler, yang menyatakan bahwa
sebab adalah syarat yang menurut sifatnya
menimbulkan akibat. Syarat-syarat yang
menimbulkan akibat tersebut jika memiliki nilai
yang hampir sama akan sulit untuk menentukan
syarat mana yang menimbulkan akibat. d. Teori
Letze Bedingung Dikemukakan oleh Ortman,
menyatakan bahwa faktor yang terakhir yang
mematahkan keseimbanganlah yang merupakan faktor,
atau menggunakan istilah Sofyan Sastrawidjaja
bahwa sebab adalah syarat penghabisan yang
menghilangkan keseimbangan antara syarat positif
dengan syarat negatif, sehingga akhirnya syarat
positiflah yang menentukan. ----------------------
--------------------------------------------------
---------------------------
16Teori Relevansi
Dikemukakan oleh Mezger. Menurut teori ini dalam
menentukan hubungan sebab akibat tidak mengadakan
pembedaan antara syarat dengan sebab, melainkan
dimulai dengan menafsirkan rumusan tindak pidana
yang memuat akibat yang dilarang itu dicoba
menemukan perbuatan manakah kiranya yang dimaksud
pada waktu undang-undang itu dibuat. Jadi,
pemilihan dari syarat-syarat yang relevan itu
berdasarkan kepada apa yang dirumuskan dalam
undang-undang. -----------------------------------
--------------------------------------------------
--
17Hubungan Kausal Mengenai Tingkah Laku yang Negatif
Apakah mungkin suatu tingkah laku yang negatif
dikatakan menimbulkan suatu akibat yang
terlarang? Pertanyaan ini ada yang menjawab
dengan tidak mungkin. Bagaimana dari sesuatu
kekosongan akan mungkin timbul sesuatu?
Demikianlah dikatakan oleh mereka yang tidak
memungkinkan adanya hubungan kausal dari kelakuan
yang negatif.
18Hubungan Kausal Mengenai Tingkah Laku yang
Negatif (Schepper bag.1)
Hubungan kausal hanya mempunyai arti yang
indirect (tidak langsung) bagi nalaten, yaitu
bahwa berlangsungnya proses dalam kompleks
kejadian dan arti potensiil dari kelakuan yang
diharuskan terhadap berlangsungnya proses dalam
kompleks kejadian itu, harus dapat dimengerti
dahulu, sebelum tidak adanya kelakuan yang
diharuskan itu dapat dinamakan nalaten.
19Hubungan Kausal Mengenai Tingkah Laku yang
Negatif (Schepper bag.2)
Apakah kelakuan negatif dari orang yang tertentu
itu bersifat melawan hukum, yaitu apakah ia
mempunyai kewajiban untuk berbuat sesuatu dan
kewajiban mana diabaikannnya, itu dapat
dipecahkan kemudian. Jadi dari keberatan Schepper
yang kedua ini dapat disimpulkan bahwa beliau
keberatan untuk mengakui adanya hubungan kausal
antara nalaten dan akibat, tetapi tidak
menyangkal bahwa antara suatu kelakuan negatif
dan suatu akibat hubungan itu mungkin ada. Ini
ternyata dari ucapannya harus dimengerti
dahulu.
20Hubungan Kausal Mengenai Tingkah Laku yang
Negatif (Prof.Simons)
Prof. Simons berpendapat sebagai berikut Sudah
barang tentu terjadinya akibat yang merupakan
delik itu karena adanya suatu kelakuan atau hal
ikhwal di luar kelakuan negatif. Jika yang
dianggap ada hubungan kausalnya itu hanya apabila
akibat ditimbulkan oleh musabab maka tentunya
hubungan kausal dengan suatu kelakuan negatif
sukar diterima. Tetapi bagi hukum tidak ada
alasan yang mengharuskan adanya pengertian
sesempit itu. Jika dengan diadakan kelakuan
positif sebagai ganti dari kelakuan negatif,
timbul akibat dapat dihindarkan. Maka mengenai
kelakuan negatif tadi juga dapat dikatakan ada
pada hubungan kausal sebagaimana halnya dengan
kelakuan positif yang menimbulkan akibat. Bahwa
dalam kelakuan negatif, sesungguhnya yang
mengerjakan atau menjadikan akibat.
21Hubungan Kausal Mengenai Tingkah Laku yang
Negatif (Mezger)
Mezger mendasarkan adanya hubungan kausal
mengenai kelakuan negatif sebagai berikut Atas
kekuatan Bagaimana dapat timbul akibat dari
suatu kekosongan, dapat dijawab, bahwa dalam
hukum pidana kelakuan negatif itu tidak berarti
semata-mata tidak berbuat (kekosongan) tetapi
selalu berarti tidak berbuat sesuatu yang
tertentu. Karena itu kelakuan negatif adalah
kausal berhubungan dengan suatu akibat, apabila
sesuatu yang tertentu itu dapat menghindarkan
timbulnya akibat tersebut, maka dari itu suatu
keadaan sejajar antara hubungan kausal dari
kelakuan positif dan hubungan kausal dari
kelakuan negatif. Di dalam kedua-duanya hubungan
diadakan oleh perjalanan berpikir yang dianggap
sebagai benar, sehingga merupakan penilaian bahwa
disitu ada hubungan kausal, adalah keliru untuk
mengira, demikian Mezger. Selanjutnya bahwa
hubungan kausal dalam kelakuan positif seluruhnya
dalam berdasar atas realita (kenyataan)
sedangkan hubungan kausal dalam kelakuan negatif
adalah suatu ciptaan dalam akal belaka. Baik
dalam hubungan yang pertama, maupun yang kedua
susunan logis mengenai pengertian hubungan kausal
adalah sama. -------------------------------------
--------------------------------------------------
---
22Sumber
Makalah ini adalah sekedar penyajian dan atau
duplikasi dari BAB III buku Hulukati, Tien dan
Gialdah Tapiansari. Hukum Pidana. 2006.
Penyaji juga menggunakan beberapa buku di
bawah ini untuk menambah pengetahuannya tentang
materi dalam makalah ini Kansil, C.S.T..
Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia.
1986. Jakarta Balai Pustaka. Moeljatno.
Asas-asas Hukum Pidana. 1993. Jakarta Rineka
Cipta. Moeljatno. KUHP. 1996. Jakarta Bumi
Aksara. Makalah ini dipresentasikan dengan
slide yang bisa diunduh di ipunk1311.wordpress.c
om atau fh-unpas.ning.com
23Sekian, Terima Kasih